Pameran Media
Trend Asia: “Eksistensi adalah Perlawanan”
Rabu, 27 November-Minggu, 1 Desember 2024, 10.00-19.00 WIB
Galeri Emiria Soenassa, Lt. 1 dan Galeri S. Soedjojono, Lt. 2 Gedung Ali Sadikin
Kenaikan suhu bumi berimbas pada krisis multidimensional yang tak bisa ditoleransi. Bukan saja untuk manusia, termasuk makhluk hidup yang bergantung pada bandul keseimbangan iklim. Sektor energi yang bertumpu pada penggunaan bahan bakar fosil menjadi penyumbang emisi paling besar. Adiksi pada sumber energi inilah yang kini mendidihkan suhu bumi dan telah membuat kehidupan semakin rentan. Peringatan alarm nyaring dari berbagai kelompok masyarakat di penjuru dunia telah mendorong mendesaknya perubahan kebijakan dan tata kelola energi di tatanan global. Transisi energi bersih dan adil menjadi kunci dan agenda yang harus kita dorong bersama untuk menghadirkan peluang masa depan yang berkelanjutan dengan kedaulatan utuh ada pada masyarakat.
Namun, saat ini transisi energi masih dijadikan komoditas proyek oleh negara dan konglomerasi yang mengitarinya. Ia dilihat sebagai momentum mendapatkan cuan dibandingkan kesempatan untuk transformasi menyeluruh yang adil. Kerusakan lingkungan, sosial maupun ekonomi berumur panjang sebab proyek energi ekstraktif masuk ke relung skema transisi energi bersih. Deforestasi hutan Mentawai dan Kalimantan untuk pembakaran kayu di unit pembangkit listrik dicap sebagai ‘hijau’ hingga pengerukan mineral untuk kendaraan listrik “bebas” emisi dilakukan secara ugal-ugalan tanpa asas HAM. Kesadaran untuk menolak pengkondisian hidup ini, telah diperlihatkan melalui perjuangan yang terus menerus dilakukan setiap hari. Perjuangan itu datang dari berbagai arah dan bentuk, seperti tuntutan kepada pemegang kekuasaan untuk mengubah kebijakan yang merusak kesejahteraan masyarakat hingga cara sebuah komunitas bertahan dan melawan penindasan. Semua itu adalah perjuangan kolektif untuk mengubah sistem yang merugikan hak hidup masyarakat. Keberanian itu mengakar dan mengalir ke segala arah sebab bertahan hidup adalah bentuk resistansi.
Pameran Existence is Resistance (Eksistensi adalah Perlawanan) menunjukkan wujud perjuangan dari berbagai lapisan masyarakat sipil. Ia merambat ke sudut-sudut jalan, ruang peradilan, desa dan pulau kecil terpencil hingga kerja perawatan untuk menjaga komunitas, budaya, dan lingkungan yang bertaut dengan kehidupan sehari-hari. Resiliensi masyarakat adalah senjata yang paling runcing. Existence is Resistance juga seruan yang digaungkan kelompok marjinal di pelbagai belahan bumi untuk melawan opresi. Sama halnya dengan masyarakat termarjinalkan di Indonesia yang terus berjuang di tengah ingar-bingar pergulatan politik, ekonomi, lingkungan, dan sosial yang mengitari proses transisi energi. Hidup, kehidupan, dan cara mereka bertahan hidup adalah aksi perlawanan yang radikal.